MA Pastikan Denda Rp 4,4 Triliun Yayasan Supersemar Sudah Bisa Dieksekusi


Mahkamah Agung (MA) menghukum Yayasan Supersemar membayar Rp 4,4 triliun dan menyatakan keluarga Soeharto tidak perlu menanggungnya. Sebelumnya, Jaksa Agung juga menjadikan Soeharto dan ahli warisnya sebagai tergugat I.

Menurut juru bicara MA, hakim agung Suhadi, tidak ada celah PK bagi Yayasan Supsersemar untuk tidak membayar. Hal itu disampaikan Suhadi usai sidang gugatan Ikahi di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Ini sudah berkekuatan hukum tetap!" tegas Suhadi, di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (11/8/2015), seperti dikutip dari detik.com.

Suhadi mengatakan, proses eksekusi juga tidak perlu dilakukan jika pihak Yayasan Supersemar mau membayar secara sukarela. Bila tidak dibayar, maka pemerintah dapat memohon ke pengadilan untuk segera dieksekusi.

"Bila yang menang belum mendapat haknya, maka bisa ajukan permohonan eksekusi ke pengadilan tingkat pertama," ujar Suhadi.

Kasus bermula saat Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 yang menentukan 50 persen dari 5 persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Bermodal PP ini, Yayasan Supersemar sejak 1976 hingga Soeharto lengser, mendapatkan uang sebesar USD 420 juta dan Rp 185 miliar.

Namun dalam perjalanannya, dana tersebut yang seharusnya untuk membiayai dana pendidikan rakyat Indonesia diselewengkan. Setelah Soeharto tumbang, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diwakili Kejaksaan Agung (Kejagung) menggugat Yayasan Supersemar yang diketuai oleh Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada RI sebesar USD 105 juta dan Rp 46 miliar. PN Jaksel menyatakan Yayasan Supersemar telah melakukan perbuatan melawan hukum. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009.

Vonis ini lalu dikuatkan di tingkat kasasi. Majelis kasasi menghukum Yayasan Supersemar membayar kepada Penggugat 75 persen x USD 420 juta atau sama dengan USD 315 juta dan 75 persen x Rp 185.918.904 = Rp 139.229.178. Namun ternyata putusan kasasi itu salah ketik, seharusnya tertulis Rp 185 miliar, tetapi tertulis Rp 185.918.904. Duduk dalam majelis kasasi yang diketok pada 28 Oktober 2010 ini yaitu hakim agung Dr Harifin Tumpa dengan anggota Rehngena Purba dan Dirwoto.

Kesalahan ketik ini lalu membuat geger karena putusan tidak dapat dieksekusi. Alhasil, jaksa lalu mengakukan peninjauan kembali pada September 2013. Dalam PK ini, Jaksa Agung Basrief Arief memasukkan ahli waris keluarga Soeharto untuk bertanggung jawab karena Soeharto telah meninggal dunia. MA lalu mengabulkan permohonan pemohon PK yaitu Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia terhadap termohon tergugat HM Soeharto alias Soeharto (ahli warisnya) dkk. Putusan ini dilansir di website MA.

Siang ini MA menyatakan bahwa putusan PK hanya meralat salah ketik tersebut.

"Menurut panitera muda, hanya salah ketik saja," ujar Suhadi. (Skn)
Previous
Next Post »

Silahkan berkomentar sesuai dengan tema poting di atas ConversionConversion EmoticonEmoticon