Benarkah Bung Karno lahir di Blitar bukan Surabaya?

Tempat lahir Bung Karno akhir-akhir ini kembali menjadi perbincangan. Seperti diketahui umum, bila Soekarno lahir di Surabaya. Namun benarkah hal itu? Atau sebenarnya Soekarno dilahirkan di Blitar?

Dekade tahun 90-an banyak yang meyakini bila Soekarno dilahirkan di Blitar. Bahkan hingga kini masih ada literatur yang menyebut Putera Sang fajar itu dilahirkan di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901.

Ayah Soekarno bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Soal kedua orangtua proklamator ini nyaris tidak ada perdebatan.

Pada tahun 2010 lalu, keluarga besar Soekarno pernah angkat suara terkait polemik tempat kelahiran sang proklamator. Dengan tegas disebutkan Soekarno lahir di Surabaya, bukan di Blitar, Jawa Timur.

"Memang betul beliau lahir di Surabaya," ujar Putri Bung Karno, Sukmawati Soekarnoputri tahun 2010 lalu kepada wartawan.

Bahkan dalam seminar berjudul 'Pelurusan Sejarah Soekarno' di Balai Pemuda, Surabaya, 28 Agustus 2010 lalu juga dijelaskan secara gamblang mengenai kelahiran Bung Karno di Kota Pahlawan.

Soal kota kelahiran Soekarno di Surabaya ini memang sedikit demi sedikit akhirnya diketahui publik. Sebab, selama ini, setidaknya dalam buku-buku pelajaran sekolah, sang proklamator selalu ditulis dilahirkan di Kota Blitar, Jawa Timur. Hal ini pun sempat menjadi polemik.

Salah satu yang paling lantang menyuarakan tempat kelahiran Bung Karno di Surabaya adalah Ketua Umum Soekarno Institute, Peter A Rohi. Bahkan untuk meluruskan sejarah, dibuatlah prasasti di tempat kelahiran Bung Karno, tepatnya di Jalan Pandean IV/40, Surabaya. Prasasti itu dibuat pada 6 Juni 2012 atau saat peringatan 110 tahun kelahiran Bung Karno.

Peter tidak sembarangan menyatakan Surabaya sebagai kota kelahiran Bung Karno. Dia lebih dulu melakukan riset lewat puluhan koleksi buku sejarah yang menuliskan Soekarno lahir di Surabaya. Buku itu antara lain berjudul 'Soekarno Bapak Indonesia Merdeka' karya Bob Hering, 'Ayah Bunda Bung Karno' karya Nurinwa Ki S Hendrowinoto tahun 2002, 'Kamus Politik' karangan Adinda dan Usman Burhan tahun 1950, 'Ensiklopedia Indonesia' tahun 1955, 'Ensiklopedia Indonesia' tahun 1985, dan 'Im Yang Tjoe' tahun 1933 yang ditulis kembali oleh Peter A Rohi dengan judul 'Soekarno Sebagai Manoesia' pada tahun 2008.

Namun dalam peringatan Hari Pancasila di Alun-alun Kota Blitar Senin (1/6) lalu, Presiden Jokowi menyebut Blitar sebagai tempat kelahiran Proklamator. Hal ini pun kembali membuat tempat kelahiran Bung Karno jadi bahan pembicaraan.

"Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran Proklamator kita, Bapak Bangsa kita, Bung Karno, hati saya selalu bergetar," ujar Jokowi saat pidato dalam acara tersebut. Padahal dalam acara itu dihadiri Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Menko PMK Puan Maharani, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Mantan Wapres Boediono, dan pejabat tinggi negara lainnya.


 Penyataan Presiden Jokowi ini pun segera mengundang komentar dari berbagai kalangan. Ada yang menyebut Presiden Jokowi kepleset lidah namun ada juga yang menyalahkan pembuat naskah pidatonya.

Atas pidato itu, banyak anggota DPR yang bereaksi keras. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Hafisz Thohir, meminta Jokowi segera melakukan reshuffle kepada pembantunya di lingkaran Istana Kepresidenan.

"Padahal Bung Karno lahir di Kota Surabaya. Mungkin dia slip tongue," kata Hafisz di kompleks DPR Senayan, Jakarta, Kamis (4/6).

Jokowi harus segera melakukan klarifikasi atas pernyataannya itu agar tidak menimbulkan polemik. Hafisz menuding kesalahan itu ada pada para pembantu Jokowi yang membuat naskah pidato

"Dalam sejarah tata negara, Presiden tidak boleh dan tidak pernah salah. Kalaupun Presiden salah, yang patut disalahkan adalah staf ahli Presiden dan Sesneg. Inilah kelemahan tim Jokowi. Harus ada reshuffle yang mendasar," imbuhnya. (skn)
Previous
Next Post »

Silahkan berkomentar sesuai dengan tema poting di atas ConversionConversion EmoticonEmoticon